Teknologi Voice Over Internet Protokol (VoIP)
di Indonesia
Komunikasi pada saat ini merupakan sesuatu yang sangat penting bagi seluruh manusia di dunia. Pada zaman dahulu orang-orang purba berkomunikasi melalui coretan atau lukisan yang ada di dalam gua. Selain itu, jaman duhulu orang menyampaikan komunikasi melalui alat yang sederhana seperti surat, burung merpati untuk mengantarkan surat, kentongan untuk media penyampai tanda bahaya, sehingga warga tahu keadaan yang terjadi. ketokan satu satu, ada kematian, ketokan dua-dua ada pencurian, ketokan tiga-tiga ada kebakaran, atau ketokan empat-empat ada bencana alam. bahkan sampai saat ini di pos ronda (juga di kota) selalu terdapat kentongan sebagai media komunikasi bahaya, untuk warga. Bayangkan saja jika tidak ada komunikasi pada zaman globalisasi sekarang ini, bisa-bisa suatu negara tidak akan mengetahui apa yang terjadi di negara lain.
Komunikasi adalah penyampaian sebuah pesan dari informan ke penerima melalui sebuah media sehingga menimbulkan persepsi pada penerima. komunikasi bisa disampaikan dengan verbal maupun non verbal. komunikasi merupakan kebutuhan dasar dan hakiki dari manusia bahkan sejak dia lahir. Seorang bayi pun menyampaikan komunikasi melalui media tangisan ketika dia lapar atau sakit.
Dewasa ini kita dapat melihat revolusi besar-besaran dalam sistem komunikasi di seluruh dunia di mana setiap orang mulai menggunakan PCs dan Internet untuk mencari pekerjaan, berkomunikasi satu sama lain, untuk menukar data (seperti gambar, suara, dan dokumen). Dan terkadang berbicara satu sama lain menggunakan applikasi Netmeeting atau Internet Phone.Dan untuk masa yang akan datang bagaimana penggunaan secara real?
Perkembangan teknologi telah membawa bisnis Telephony memasuki era baru yang menawarkan penyatuan seluruh komunikasi yang bersifat multimedia dan disalurkan melalui Internet Perkembangan selanjutnya dari Internet ialah munculnya konsep yang dikenal dengan istilah Internet Telephony. Konsep IP ini memungkinkan penggabungan seluruh aplikasi-aplikasi dan layanan-layanan yang ada dalam Internet dan Telephony, sehingga konsep ini diperkirakan pada masa yang akan datang akan dipakai secara luas, digabungkan dengan infrastruktur Telephony yang sudah ada dan dapat diprekdisikan Kemampuan untuk melakukan komunikasi suara melalui Protokol Internet secara umum dikenal dengan istilah “ Suara diatas Protokol Internet”, “IP Telephony”, “Voice over IP” atau VoIP dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan hubungan telepon – dan semua kemampuan lainnya yang bisa dilakukan oleh jaringan telepon publik – dan mengirimkan faksimili diatas jaringan berbasis IP dengan kualitas layanan yang memadai.
Perkembangan VoIP tersebut telah memacu revolusi dalam industri telekomunikasi. Untuk itu dalam implementasi telepon berbasis IP ini yang diterapkan dalam suatu jaringan lokal dibutuhkan suatu pengaturan dalam penyampaian datagram di jaringan IP yang dikenal dengan istilah routing. Pengaturan routing dapat menentukan kinerja dari suatu jaringan, dimana apabila suatu jaringan intranet membutuhkan suatu kebijakan dalam pembagian alokasi bandwith maupun otorisasi penggunaan komputer.
PEMBAHASAN
Perkembangan teknologi Voice over Internet Protocol (VoIP) sejak dikembangkan pada tahun 1995 sudah semakin pesat. Awalnya dianggap “nyeleneh” tapi sekarang menjadi harapan pengguna sebagai alternatif telepon murah. Pemakaian VoIP di beberapa negara maju mampu menekan biaya SLI dan SLJJ sebesar 70 %. Namun di Indonesia masih ribut pada masalah regulasinya. Mulai dari substansinya sampai siapa yang berwenang membuat regulasinya. “Ketakutan” akan penuruan pendapatan oleh operator telokomunikasi juga mempengaruhi regulasi pemerintah.
VoIP sebenarnya adalah aplikasi internet biasa seperti layanan www dan email. VoIP sebagai layanan Internet biasa disebut IP Telephony. Infrastruktur internet dibutuhkan agar dapat menggunakan dann atau menyediakan layanan VoIP. VoIP secara umum berarti mengirimkan informasi suara secara digital dalam bentuk paket data. Dibandingkan secara tradisional, pengiriman informasi suara melalui saluran analog PSTN (Public Switching Telephone Network). VoIP yang disebut juga internet telephony merupakan teknologi yang menawarkan solusi telepon melalui jaringan paket (IP Network). Teknologi yang awalnya dianggap menyimpang dari kelaziman ternyata saat ini menjanjikan suatu kelebihan, sehingga banyak pihak yang ikut melibatkan diri. Secara umum, VoIP didefinisikan sebagai suatu sistem yang menggunakan jaringan internet untuk mengirimkan data paket suara dari suatu tempat ke tempat yang lain menggunakan perantara protokol IP.
Perkembangan VoIP di Indonesia dan Regulasinya
Di Indonesia, teknologi VoIP sebenarnya sudah digunakan sejak beberapa tahun lalu. Untuk komunitas pengguna atau pengembang VoIP di masyarakat, berkembang di tahun 2000. Komunitas awal pengguna atau pengembang VoIP adalah VoIP Merdeka yang dicetuskan oleh pakar internet Indonesia, Onno W. Purbo. Teknologi yang digunakan adalah H.323 yang merupakan teknologi awal VoIP. Sentral VoIP Merdeka di hosting di Indonesia Internet Exchange (IIX) atas dukungan beberapa ISP dan Asossiasi Penyelenggara Jaringan Internet (APJII). Di tahun 2005, Anton Raharja dan tim dari ICT Center Jakarta mulai mengembangkan VoIP jenis baru berbasis Session Initiation Protocol (SIP). Teknologi SIP merupakan teknologi pengganti H.323 yang sulit menembus proxy server. Di tahun 2006, infrastruktur VoIP SIP dikenal sebagai VoIP Raky.
Kini, pemakaian VoIP sudah semakin luas. Namun, pemanfaatannya masih menimbulkan pro dan kontra. Tentu kita bertanya mengapa memberikan layanan yang lebih murah dari Telkom dianggap sebagai sebuah hal yang tabu. Padahal, Telkom tidak lagi memonopoli pasar penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Kondisi ini memprihatinkan karena perkembangan teknologi tidak diselaraskan dengan regulasi yang mengaturnya. Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak begitu responsif dalam menanggapi perkembangan teknologi telekomunikasi, khususnya dalam bidang VoIP ini.
Saat ini permasalahan VoIP di Tanah Air, bukan terletak pada sisi teknologinya malainkan pada sisi bisnis semata. Karena, bisnis ini sangat menguntungkan. Sesuai Kepdirjenpostel No.159/Dirjen/2001,pemerintah memang hanya menunjuk lima pihak yang berhak menyelenggarakan jasa internet teleponi alias VoIP untuk keperluan publik. Masing-masing adalah PT Telkom, Indosat, Satelindo, PT Atlasat Solusindo, dan PT Gaharu Sejahtera. Padahal, pengusaha VoIP yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut sudah ada sekitar 35 pelaku usaha yang menyelenggarakan bisnis jasa ini. Kalau Kepdirjenpostel itu jadi dilaksanakan, berarti sekian banyak pengusaha harus tutup operasi atau menempuh jalan kerja sama dengan operator resmi. Para pengusaha VoIP di luar kelima nama tadi memang seolah berpacu dengan waktu. Pasal 86 Kepmenhub No.21/2001 menegaskan tenggat waktu adalah 31 Mei 2002 untuk penyelenggaraan VoIP. Selanjutnya hanya pihak yang telah memiliki izin resmi yang boleh beroperasi.Penyelenggara VoIP yang masih eksis selanjutnya dianggap ilegal, dan jika masih beroperasi maka fasilitas telekomunikasi yang berhubungan dengan VoIP seperti sambungan E-1 dicabut.Sulit dibendung.
TINJAUAN HUKUM LAYANAN VoIP
Telekomunikasi termasuk cabang produksi yang penting dan strategis dalam perekonomian nasional sehingga penguasaannya dilakukan oleh negara yang dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan dan kemakmuran rakyat. Hal ini dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 1996 tentang elekomunikasi. Pembinaan penyelenggaraan telekomunikasi dilakukan oleh pemerintah. Pasal ini memberikan wewenang yang mutlak kepada pemerintah atas nama negara untuk mengembangkan segi-segi kehidupan terkait dengan bidang telekomunikasi. Terkait dengan hukum administrasi publik, wewenang di sini merupakan suatu keharusan yang lakukan oleh pemerintah, bukan lagi merupakan hak yang dapat dilakukan ataupun tidak. Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam memberikan sarana-sarana bertelekomunikasi yang efektif, efisien dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat.
Di sisi lain, Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen memberikan kepastian hukum kepada setiap orang untuk dapat berkomunikasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Landasan konstitutif ini merupakan modal dasar bagi pengguna layanan telekomunikasi yang di dalamnya termasuk sarana komunikasi melalui VoIP.
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi ini, belum disinggung mengenai VoIP. Walau tidak tegas disebut dalam pasal, ketentuan mengenai VoIP dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Sebuah Peraturan Pemerintah dibentuk oleh Presiden berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Peraturan Pemerintah ini berfungsi untuk menyelenggarakan ketentuan dalam Undang-Undang, baik yang secara tegas-tegas maupun secara tidak tegas menyebutkannya. Dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000, penyelenggaraan jasa telekomunikasi diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu:
1. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar
2. Penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi
3. Penyelenggaraan jasa multimedia
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi. Di dalam Penjelasan Pasal 14 huruf c dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang dimaksud dengan penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi, termasuk di dalamnya antara lain: penyelenggaraan jasa Voice over Internet Protocol (VoIP), internet dan intranet, komunikasi data, konperensi video dan jasa video hiburan. Penyelenggaraan jasa multimedia dapat dilakukan secara jual kembali. Jadi, layanan VoIP digolongkan sebagai penyelenggaraan jasa multimedia. Permasalahannya, apakah layanan VoIP berbasis Phone-to-Phone masih merupakan jasa multimedia atau termasuk jasa teleponi dasar. Banyak pihak yang beranggapan bahwa ketentuan mengenai VoIP tidak jelas pengaturannya karena tidak ada disebutkan baik dalam Undang-Undang maupun dalam Peraturan Pemerintah dan bahkan Undang-Undang dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan teknologi informasi. Penjelasan seringkali diperlukan dalam menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan. Penjelasan dalam sebuah perundang-undangan merupakan suatu kesatuan penjelasan resmi dari pembentuk peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam hal ini, penjelasan berfungsi untuk dapat membantu dalam mengetahui maksud dan latar belakang diadakannya suatu peraturan perundang-undangan serta untuk menjelaskan ketentuan-ketentuan yang masih memerlukan sebuah kejelasan. Jadi, walaupun mengenai VoIP hanya dijelaskan dalam lembaran Penjelasan, tetap saja materi ini dianggap sebagai muatan dalam Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 yang merupakan penjabaran atau untuk menjalankan ketentuan Undang-Undang. Oleh sebab itu, sangatlah tidak beralasan bahwa aturan mengenai penyelenggaraan jasa VoIP belum jelas atau tidak ada dasar hukumnya.
Alasan adanya ketidakjelasan mengenai pengaturan VoIP ini seringkali dijadikan sebagai kambing hitam maupun sebagai celah untuk menyelenggarakan layanan VoIP. Salah satu perdebatan adalah mengenai apakah yang dikirim melalui Internet itu dapat disebut suara atau data. Penyelenggara VoIP bersikeras yang dikirim adalah data, bukan suara. Jadi, mereka tidak merebut lahan dari Telkom. Namun, anggapan ini juga tidak sepenuhnya benar. Dalam Penjelasan Pasal 14 huruf c Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000, penyelenggaraan komunikasi data juga termasuk sebagai penyelenggaraan jasa multimedia. Jadi, tetap saja menjadi lingkup kewenangan Undang-Undang Telekomunikasi.
Untuk dapat memberikan layanan VoIP, penyelenggara jasa VoIP diwajibkan untuk bekerja sama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam bentuk kerjasama operasi, seperti yang tertuang dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000. Ini menjadi kendala bagi penyelenggara VoIP karena mau tidak mau harus bekerja sama dengan Telkom yang memiliki pasar di atas 50 %. Walaupun Undang-Undang membolehkan penyelenggara VoIP menggunakan jaringan sendiri, namun cara ini tentu menjadi tidak efisien karena harus membangun jaringan baru.
Pengaturan penyelenggaraan jasa VoIP dijabarkan oleh Keputusan Menteri Perhubungan No. 23 tahun 2002. Di sini, pengaturan hanya mencakup jasa VoIP untuk keperluan publik. Batasan untuk keperluan publik di sini adalah sangatlah luas. Dalam Keputusan Menteri ini, yang dimaksud dengan keperluan publik adalah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Bila bukan untuk keperluan pribadi, semua penyelenggaraaan jasa VoIP harus mendapat izin Menteri. Bila siapa saja yang tidak memenuhi ketentuan ini, Undang-Undang No. 36 Tahun 1996 dalam Pasal 47 memberikan sanksi pidana paling lama 6 tahun penjara dan/atau denda sampai Rp 600 juta. Jadi, dalam kasus penyelenggaraaan jasa VoIP yang tidak memiliki izin dari Menteri, secara yuridis memang dapat diancam dengan sanksi pidana ini.
REFORMASI REGULASI
Keengganan pemerintah untuk mempermudah pengembangan dan perluasan VoIP jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi Indonesia. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip perlindungan hak-hak asasi manusia dan prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat. Hak warga negara untuk dapat menikmati layanan telekomunikasi yang sesuai dengan kemampuan mereka dijamin oleh Undang-Undang Dasar sebagai hak yang paling mendasar. Bila hak ini tidak dapat dinikmati karena peraturan perundang-undangan di bawahnya berusaha menghambat perkembangan VoIP yang jelas-jelas lebih murah, sudah seharusnya pemerintah melakukan perbaikan-perbaikan. Selain dapat menghambat perluasan layanan VoIP, ketentuan yang mengharuskan adanya kerjasama operasi hanya akan mengakibatkan inefisiensi, baik yang merugikan negara maupun yang langsung merugikan masyarakat.
Salah satu yang menjadi alasan pembatasan layanan VoIP adalah untuk melindungi industri telekomunikasi dalam negeri. Alasan ini dapat dimengerti karena 65 % pendapatan Telkom sendiri berasal dari sambungan jarak jauh. Dengan adanya layanan VoIP, pendapatan mereka bisa menurun drastis yang juga akan menurunkan pendapatan negara. Konflik kepentingan ini harus dapat diatasi oleh pemerintah. Mempertahankan teknologi yang memberikan ongkos yang besar perlu dipertimbangkan kembali. Membatasi layanan telekomunikasi yang murah merupakan proses pembodohan kepada masyarakat. Adanya kepentingan pemerintah untuk melakukan pembinaan, pembatasan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi pada dasarnya merupakan realisasi dari kewajiban negara dalam menjamin hak bertelekomunikasi warga negara. Dilihat dari kewajiban negara menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, pemerintah seharusnya mendukung pengembangan jasa layanan VoIP yang nantinya dapat memeratakan hasil-hasil pembangunan dan sekaligus meningkatkan ekenomi rakyat sebagai hasil dari efisiensi. Bukan tidak mungkin, hasil dari efisiensi dalam masyarakat ini memberikan keuntungan yang lebih baik daripada harus mempertahankan kepentingan industri telekomunikasi dalam negeri. Kehendak konsititusi harus selalu diutamakan daripada pertimbangan untung-rugi.
Masyarakat sangat membutuhkan teknologi VoIP, terutama di daerah-daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan konvensional dari Telkom. Dari sekitar 72.000 desa yang ada di Indonesia, sekitar 43.000 desa belum mendapat sambungan telepon dasar. Melihat kondisi ini, pemerintah harus bergerak cepat dan responsif dalam melakukan pemerataan pembangunan, terutama di bidang telekomunikasi. Teknologinya sudah tersedia, yang dibutuhkan hanyalah kemauan dari pemerintah untuk memberikan kemudahan-kemudahan, baik pengaturan hukum maupun pelaksanaannya.
Selain membatasi layanan VoIP dengan mengharuskan adanya izin dari Menteri, awalnya penyelenggara jasa VoIP juga diharuskan menyertakan deposit tunai sebesar Rp. 10 Milliar sebagai jaminan kelangsungan pelayanan kepada publik, seperti yang tertuang dalam Keputusan Dirjen Postel No.199/Dirjen/2001 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Internet Telepon untuk Keperluan Publik tertanggal 6 September 2001. Belakangan, Keputusan Dirjen ini ditunda berlakunya. Paling tidak, regulasi ini menggambarkan rumitnya sistem birokrasi. Sudah waktunya bagi pemerintah untuk melakukan deregulasi secara komprehensif agar tidak ada lagi penafsiran-penafsiran yang berbeda di dalam masyarakat dan sekaligus mempertajam arah pembangunan di bidang telekomunikasi. Adanya kebutuhan yang besar terhadap VoIP harus dilihat sebagai sebuah urgensi untuk mengatur lahan bidang telekomunikasi ini. Regulasi yang ada saat ini tidaklah memadai untuk pengaturan sebuah jasa VoIP yang sangat berkembang cepat. Untuk masa transisi, sebaiknya pemerintah memberikan kelonggaran-kelonggaran yang dapat memudahkan pengembangan VoIP sampai ke pelosok-pelosok negeri yang sebelumnya kurang dapat menikmati layanan telekomunikasi yang masih mahal.
KESIMPULAN
Hadirnya VoIP, memberikan banyak keuntungan dari sisi pengguna yaitu :
1. keuntungan yang dapat diambil diantaranya adalah dari segi biaya jelas lebih murah dari tarif telepon tradisional, karena jaringan IP bersifat global. Sehingga untuk hubungan SLI dan SLJJ dapat ditekan hingga 70%.
2. biaya maintenance dapat ditekan karena voice dan data network terpisah, sehingga IP Phone dapat di tambah, dipindah dan di ubah. Hal ini karena VoIP dapat dipasang di sembarang ethernet dan IP address, tidak seperti telepon tradisional yang harus mempunyai port tersendiri di Sentral atau PBX.
Selain keuntungannya VoIP perlu juga dicermati masalah securitynya. Karena berjalan pada IP (internet) yang memiliki sifat global dan tidak ekslusif maka masalah keamanan harus juga dipikirkan. Bagaimana dengan penyadapan pembicaraan? atau mungkin juga jalur VoIP dimanfaatkan sebagai batu loncatan untuk kegiatan meerusak (cracking).
Untuk masalah regulasi, perlu dibuat sesegera mungkin oleh pejabat yang berwenang sesuai jobdescriptionnya. Kalau itu memang wewenang menkominfo yang harus dibuat oleh menkominfo bukan oleh Ditjen Postel. Untuk substansi regulasinya bisa melibatkan para praktisi dan pakar IT yang memang sudah bergelut dengan VoIP ini. Jika ini bisa diwujudkan teknologi VoIP yang kabar-kabarnya adalah teknologi generasi keempat ini segera akan terwujud di negara Indonesia.
Untuk masalah regulasi, perlu dibuat sesegera mungkin oleh pejabat yang berwenang sesuai jobdescriptionnya. Kalau itu memang wewenang menkominfo yang harus dibuat oleh menkominfo bukan oleh Ditjen Postel. Untuk substansi regulasinya bisa melibatkan para praktisi dan pakar IT yang memang sudah bergelut dengan VoIP ini. Jika ini bisa diwujudkan teknologi VoIP yang kabar-kabarnya adalah teknologi generasi keempat ini segera akan terwujud di negara Indonesia.
1 komentar:
This is a topic that's near to my heart... Cheers! Exactly where are your contact details though?
Also visit my page; college For ultrasound technician
Post a Comment
Tinggalkan Komentarmu Sob.